Senin, 03 Juni 2013

BAGIAN 1 - Mengiqro Kalam-Kalam Illahi

Iqro tidak sekadar membaca.


 Iqro secara harfiahnya adalah membaca, namun secara arti luasnya mengandung arti membaca, mengkaji dan menghayati apa yang tersirat di balik kalam-kalam Illahi, baik yang tersurat dalam kitab suci Al-Qur’an maupun yang tersirat dalam hukum-hukum alam yang merupakan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan-Nya.
Dalil-dalil, rumusan-rumusan yang telah menjadi teori dalam berbagai ilmu pengetahuan adalah merupakan hasil iqro terhadap rahasia-rahasia alam yang merupakan ketentuan-ketentuan yang telah dite-tapkan Allah SWT dalam mengatur alam semesta ini.  Manusia diberi akal untuk dapat mengiqro kalam-kalam Illahi, sehingga dapat mengetahui posisinya dihadapan Allah SWT, yaitu sebagai mahluk-Nya.  Sebagai mahluk-Nya, manusia harus ta’at kepada perintah-perintah-Nya dan meninggalkan larangan-larangan-Nya.
Manusia dibedakan dari mahluk lainnya, yaitu diberi akal untuk berpikir agar dapat mengiqro kalam-kalam Illahi, baik yang tersurat dalam kitab suci Al-Qur’an, maupun yang tersirat dalam hukum-hukum alam, sehingga manusia mampu menjalani kehidupan nya di dunia yang penuh cobaan-cobaan dan ujian-ujian.
Ilmu pengetahuan yang terus berkembang merupakan hasil Iqro manusia terhadap kalam-kalam Illahi yang tersirat dalam fenomena-fenomena alam yang terjadi, kemudian dicerna dengan akalnya dan dirumuskan berupa kaidah-kaidah yang menjadi pegangan manusia.

Allah SWT berfirman :

Dan di bumi itu terdapat tanda-tanda (kekua-saan Allah) bagi orang-orang yang yakin.
  (Adz-Dzariyat ayat 20).

dan (juga) pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu tiada memperhatikan?”
 (Adz-Dzariyat ayat 21)
“Dan di langit terdapat (sebab-sebab) rezkimu dan terdapat (pula) apa yang dijanjikan kepa-damu”.
(Adz-Dzariyat ayat 22)

Firman Allah tersebut menyeru agar manusia selalu mengiqro kalam-kalam-Nya, baik yang berupa tanda-tanda yang ada di bumi, di dalam diri manusia itu sendiri, maupun yang ada di langit. Dengan demikian manusia akan selalu mengingat kebesaran Allah SWT melalui kalam-kalam-Nya. Juga manusia akan terasah akalnya yang sangat berguna dalam menjalani kehidupannya di dunia yang penuh cobaan-cobaan dan ujian-ujian dari Allah SWT.
Allah SWT telah menyediakan segala apa yang diperlukan manusia untuk menjalani kehidupannya di dunia. Manusia tinggal mencerna dengan akalnya untuk memperoleh apa yang diperlukannya. Oleh karena itu manusia harus pandai-pandai mengiqro kalam-kalam Illahi, baik yang tersurat maupun yang tersirat.
Al-Qur’an dan Al-Hadist merupakan tuntunan bagi umat Islam untuk menjalani kehidupan di dunia ini. Al-Qur’an membantu umat Islam untuk dapat mengiqro kalam-kalam Illahi yang tersebar di alam semesta ini. Orang yang dapat mengiqro kalam Illahi merupakan orang yang beruntung, karena akan dapat memenuhi kebutuhan hidupnya, baik kebutuhan lahir maupun kebutuhan batin, yang ujung-ujungnya akan mendekatkan diri pada Allah SWT, karena dengan mengiqro kalam-kalam Illahi ia dapat melihat kebesaran-kebesaran-Nya.
Para ilmuwan yang menemukan kaidah-kaidah, rumusan-rumusan teori ilmu pengetahuan seperti Archimedes, Newton, Einstein dan lain-lainnya adalah orang-orang yang telah mampu mengiqro kalam-kalam Illahi, sehingga penemuannya itu sangat berguna bagi kehidupan umat manusia. Ilmu pengetahuan sendiri pada dasarnya merupakan sarana agar dapat mengiqro kalam-kalam Illahi, sehingga akan membawa manusia menyadari posisinya di hadapan Allah SWT sebagai mahluk yang lemah. Dengan demikian manusia akan terhindar dari sifat-sifat yang tidak terpuji seperti sombong, serakah dan lain-lain. Orang yang berilmu biasanya seperti ilmu padi, makin berisi makin merunduk.


Agama dan ilmu pengetahuan.

Untuk dapat mengiqro kalam-kalam Illahi, manusia patut menguasai agama dan ilmu pengetahuan dengan selaras dan seimbang seba-gaimana pepatah bahwa  agama tanpa ilmu adalah buta, ilmu tanpa agama adalah lumpuh. Ilmu agama untuk mengelola batin manusia sebagai landasan untuk berpikir dengan jernih. Ilmu pengetahuan sebagai sarana untuk dapat mengiqro kalam-kalam Illahi yang tersebar di alam semesta ini.
Agama mengasah qolbu manusia agar jernih, sehingga peka terhadap getaran-getaran sinar Illahi yang selalu terpancar setiap saat. Getaran-getaran sinar Illahi yang mampu ditangkap itu kemudian diolah oleh akal pikiran manusia. Akal pikiran manusia itu akan tajam apabila selalu diasah dengan memperdalam ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan itu sendiri adalah getaran sinar Illahi yang telah mampu ditangkap manusia dan diolah oleh akal pikiran manusia yang kemudian diwujudkan dalam bentuk kaidah-kaidah teori hukum-hukum alam yang sangat berguna untuk memenuhi kebutuhan manusia di dalam menempuh hidupnya di dunia.
Kita sebagai umat Islam telah diberikan tuntunan oleh Allah SWT melalui Al-Qur’an yang dijelaskan oleh Hadits-hadits Rasulullah Nabi Muhammad SAW Al-Qur’an memberikan petunjuk bagi umat Islam untuk dapat mengolah qolbunya agar mampu mengiqro kalam-kalam Illahi, sehingga dapat lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT. Hanya manusia yang mampu mengiqro kalam-kalam Illahi yang dapat lebih mendekatkan diri kepada-Nya.
Newton seorang ilmuwan yang menemukan teori gaya gravitasi adalah orang yang berhasil mengiqro kalam Illahi. Pengamatannya terhadap kejadian sehari-hari tentang benda jatuh kebawah telah menimbulkan pertanyaan pada dirinya sendiri, mengapa benda itu jatuh ke bawah ? Melalui pengamatan dan penelitiannya kemudian diperoleh kesimpulan dengan rumusan teori yang dikenal dengan teori gaya gravitasi, bahwa bumi akan menarik setiap benda kearah pusat bumi.
Demikian pula dengan Archimedes, pengalam-annya  setiap kali menceburkan diri ke dalam air telah menimbulkan pertanyaan pada dirinya,  mengapa badannya menjadi ringan ?  Melalui  pengamatan dan penelitiannya kemudian diperoleh rumusan teori yang dikenal dengan hukum Archimedes, bahwa setiap benda yang jatuh pada benda cair akan mendapat tekanan ke permukaan seberat benda itu sendiri.
Itulah contoh orang-orang yang mampu mengiqro kalam-kalam Illahi, yang hasilnya sangat bermanfaat  bagi kehidupan manusia di dunia. Banyak para ilmuwan yang berhasil mengiqro kalam Illahi yang kemudian dituangkan berupa kaidah-kaidah teori ilmu pengetahuan di berbagai bidang, sehingga ilmu pengetahuan terus berkembang dari zaman ke zaman.
Perkembangan ilmu pengetahuan yang terus berkembang harus menjadi sarana untuk dapat lebih mendekatkan diri pada Allah SWT. Itulah sebabnya manusia diberi akal, agar dapat berpikir sehingga mampu mengiqro kalam-kalam Illahi baik yang tersurat, maupun yang tersirat.  Dengan mengiqro kalam-kalam Illahi, manusia akan lebih mengenal Tuhannya dan mengetahui posisinya sebagai mahluk-Nya.
Dengan perkembangan ilmu komputer yang semakin lama semakin pesat, menyebabkan setiap kegiatan di berbagai bidang tidak terlepas dari  penggunaan ilmu ini. Dengan aplikasi ilmu komputer maka setiap pekerjaan akan lebih cepat dilak-sanakan dan memang kondisi dewasa ini menuntut itu.
Ilmu komputer adalah kalam Illahi yang mampu diiqro oleh para ilmuwan. Para ilmuwan tersebut, baik sadar maupun tidak, adalah orang-orang yang mampu mengiqro kalam-kalam Illahi.
Namun demikian bagi kita sebagai umat Islam perlu menafakuri dan menghayati ilmu tersebut dalam rangka untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT, sebagaimana firman-Nya :

Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal.
       (Ali-Imron ayat 190)

(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata) : “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau mencip-takan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka”.
      (Ali-Imron ayat 191)

BAGIAN 2 - Tujuan Dan Hakekat Hidup Manusia Di Dunia

Tujuan hidup manusia di dunia.

Apabila kita akan pergi, sebelum melangkahkan kaki kita harus mengetahui tujuannya dan mengetahui apa maksud dari kepergian itu. Dengan mengetahui hal-hal tersebut maka kepergian kita akan terarah dan akan lebih siap menghadapi rintangan-rintangan yang mungkin terjadi selama menempuh perjalanan itu.
Demikian  pula dengan perjalanan hidup manusia di dunia ini, kemana tujuan hidup ini dan apa hakekat dari perjalanan hidup ini. Kita harus mengerti agar perjalanan hidup ini terarah dan kita akan lebih siap dalam menghadapi rintangan-rintangan yang mungkin terjadi selama menempuh perjalanan ini.
Allah SWT menyayangi umat manusia, sehingga dalam perjalanan hidupnya manusia diberikan tuntunan melalui firman-firman-Nya yang tertuang dalam kitab-kitab suci yang disampaikan kepada manusia oleh Rasul-Rasul-Nya.
Kita sebagai umat Islam telah diberi tuntunan-Nya melalui firman-firman-Nya yang tertuang dalam kitab suci Al-Qur’an yang disampaikan oleh Rasulullah Nabi Muhammad SAW. Firman-firman-Nya dalam Al-Qur’an menjelaskan tentang tujuan hidup manusia di dunia dan hakekat dari perjalanan hidup manusia di dunia.

Allah S.W.T. berfirman :

Ingatlah ketika Tuhan-mu berfirman kepada para malaikat : “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi”. Mereka berkata : “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman : “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui”.
 (Al-Baqoroh ayat 30).

Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para malaikat lalu berfirman : “Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu memang orang-orang yang benar !”
 (Al-Baqoroh ayat 31)

Mereka menjawab : “Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”.
 (Al-Baqoroh ayat 32).

Allah berfirman : “Hai Adam, beritahukanlah kepada mereka nama-nama benda ini”. Maka setelah diberitahukannya kepada mereka nama-nama benda itu, Allah berfirman : “Bukankah sudah Ku-katakan kepadamu, bahwa sesungguhnya Aku mengetahui rahasia langit dan bumi dan mengetahui apa yang kamu lahirkan dan apa yang kamu sembu-nyikan ?”
 (Al-Baqoroh ayat 33).

Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat : “Sujudlah kamu kepada Adam”, maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabur dan adalah ia termasuk golongan orang-orang yang kafir.
 (Al-Baqoroh ayat 34)

Dan Kami berfirman : “Hai Adam, diamilah oleh kamu dan isterimu surga ini, dan makanlah makanan-makanannya yang banyak lagi baik di mana saja yang kamu sukai, dan janganlah kamu dekati pohon ini, yang menyebabkan kamu termasuk orang-orang yang zalim”.
 (Al-Baqoroh ayat 35).

Lalu keduanya digelincirkan oleh syaitan dari surga itu dan dikeluarkan dari keadaan semula dan Kami berfirman : “Turunlah kamu ! seba-hagian kamu menjadi musuh bagi yang lain, dan bagi kamu ada tempat kediaman di bumi, dan kesenangan hidup sampai waktu yang ditentukan”.
 (Al-Baqoroh ayat 36).


Kemudian Adam menerima beberapa kalimat dari Tuhannya, maka Allah menerima tau-batnya. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.
 (Al-Baqoroh ayat 37).

Kami berfirman : Turunlah kamu semua dari surga itu ! Kemudian jika datang petunjuk-Ku kepadamu, maka barang-siapa yang mengikuti petunjuk-Ku, niscaya tidak ada kekhawatiran atas mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati”.
 (Al-Baqoroh ayat 38).

Adapun orang-orang yang kafir dan mendustakan ayat-ayat Kami, mereka itu penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.
 (Al-Baqoroh ayat 39).

Ayat-ayat tersebut menerangkan tentang riwayat manusia mendiami bumi ini, yaitu dijadikan sebagai khalifah di muka bumi oleh Allah SWT, yang mendapat komentar dari para malaikat. Namun Allah SWT mengajarkan kepada Nabi Adam “nama-nama” yang kemudian diperlihatkan kepada malaikat,  untuk menunjukkan bahwa manusia layak menempati bumi ini.
Skenario Allah SWT untuk menempatkan manu-sia di bumi ini adalah ketika Adam dan Hawa ditempatkan di syurga, Adam dan Hawa melanggar aturan yang ditetapkan oleh Allah SWT, karena terbujuk oleh tipuan syaitan. Sehingga mereka dike-luarkan dari syurga dan disuruh menempati bumi.
Syaitan memang menaruh dendam pada manusia, karena kehadiran manusialah ia menjadi dikutuk Allah SWT sebagaimana dalam firman-firman-Nya :


Sesungguhnya kami telah menciptakan kamu (Adam), lalu Kami bentuk tubuhmu, kemudian Kami katakan kepada para malaikat : “Bersujudlah kamu kepada Adam”, maka merekapun bersujud kecuali iblis. Dia tidak termasuk mereka yang bersujud.
 (Al-A’raaf ayat 11)

Allah berfirman : “Apakah yang mengha-langimu untuk bersujud (kepada Adam) di waktu aku menyuruhmu ? Menjawab Iblis : “Saya lebih baik dari padanya : Engkau ciptakan saya dari api sedang dia Engkau ciptakan dari tanah”.
 (Al-A’raaf ayat 12).

Allah berfirman : “Turunlah kamu dari surga itu; karena kamu tidak sepatutnya menyom-bongkan diri di dalamnya, maka ke luarlah, sesungguhnya kamu termasuk orang-orang yang hina”.
 (Al-A’raaf ayat 13).

Iblis menjawab : “Beri tangguhlah saya sampai waktu mereka dibangkitkan”.
 (Al-A’raaf ayat 14).
                       
Allah berfirman : “Sesungguhnya kamu terma-suk mereka yang diberi tangguh”.
 (Al-A’raaf ayat 15).

Iblis menjawab : “Karena Engkau telah meng-hukum saya tersesat, saya benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan Engkau yang lurus”.
 (Al-A’raaf ayat 16).

Kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (taat).
 (Al-Araaf ayat 17).

(Dan Allah berfirman) : Keluarlah kamu dari syurga itu sebagai orang terhina lagi terusir. Sesungguhnya barangsiapa di antara mereka mengikuti kamu, benar-benar Aku akan mengisi neraka jahannam dengan kamu semuanya.
 (Al-A’raaf ayat 18).

Jadi pada dasarnya tujuan manusia hidup di dunia ini adalah perjuangan menghadapi ujian dan cobaan untuk mencapai tempat semula manusia (Nabi Adam A.S.) diciptakan yaitu syurga.

Hakekat hidup manusia di dunia.

Dengan mengetahui tujuan hidup manusia di dunia, maka perjalanan hidup kita sudah jelas, yaitu perjuangan menghadapi ujian dan cobaan untuk mencapai tempat semula manusia (Nabi Adam AS) diciptakan yaitu syurga. Agar perjalanan hidup di dunia ini tabah dan kuat dalam menghadapi rintangan-rintangan,  cobaan-cobaan dan ujian-ujian, maka perlu mengetahui dan meresapi hakekat hidup manusia di dunia. Rintangan-rintangan adalah godaan-godaan yang datangnya dari syaitan sebagai-mana yang tertera dalam ayat tersebut diatas (Al-A’raaf ayat 16), untuk mengganggu manusia dari jalan yang lurus. Cobaan-cobaan dan ujian-ujian datang dari Allah SWT untuk menguji keimanan manusia, sebagaimana firmanNya :

Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk syurga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya : “Bilakah datangnya pertolongan Allah?” Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat.
(Al-Baqoroh ayat 214).

Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk syurga, padahal belum nyata bagi Allah orang-orang yang berjihad di antaramu, dan belum nyata orang-orang yang sabar.
 (Ali-Imron ayat 142).

Firman-firman tersebut menunjukkan, bahwa manusia di dalam menjalani hidup di dunia ini akan menerima cobaan-cobaan dan ujian-ujian dari Allah SWT. Di kala cobaan-cobaan dan ujian-ujian dari Allah SWT datang menimpa manusia disitulah syaitan menggoda manusia dengan segala cara, meng-ganggu manusia dari jalan yang lurus agar ingkar pada Allah SWT.
Manusia itu mahluk yang lemah yang rentan terhadap godaan syaitan yang menggodanya dari segala arah dan segala cara. Namun demikian Allah SWT menyayangi manusia, sehingga dalam perja-lanan hidupnya Allah SWT selalu memberi petunjuk-petunjuk-Nya sebagaimana firman-Nya :

Kami berfirman : Turunlah kamu semua dari syurga itu ! Kemudian jika datang petunjuk-Ku kepadamu, maka barangsiapa yang mengikuti petunjuk-Ku, niscaya tidak ada kekhawatiran atas mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati”.
 (Al-Baqoroh ayat 38).

Firman tersebut menunjukkan, bahwa manusia mudah tergoda oleh godaan-godaan syaitan yang akan membawa manusia pada keingkaran pada Allah SWT. Namun demikian firman tersebut juga me-nunjukkan kasih sayang-Nya pada manusia yaitu dengan memberi petunjuk-Nya sekaligus ujian bagi manusia.
Memang demikian dari zaman ke zaman Allah SWT selalu memberi petunjuk-petunjuk kepada manusia melalui utusan-utusan-Nya, agar manusia menjalani hidup di dunia ini sebagai mahluk-Nya untuk selalu menyembah-Nya, sebagai mana firman-firman-Nya :

Katakanlah : “Aku berlidung kepada Tuhan (yang memelihara dan menguasai) manusia”.
(An-Naas ayat 1)

Raja manusia.
(An-Naas ayat 2)

Sembahan Manusia
 (An-Naas ayat 3)
dari  kejahatan (bisikan) syaitan yang biasa bersembunyi,
(An-Naas  ayat 4)

yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia.
(An-Naas ayat 5)

dari (golongan) jin dan manusia.
(An-Naas ayat 6)

 Petunjuk yang terakhir yang menyempurnakan petunjuk-petunjuk-Nya melalui utusan-utusan-Nya yang lebih dulu adalah melalui Rasulullah Nabi Muhammad SAW dengan firman-firman-Nya yang tertuang dalam Kitab Suci Al-Qur’an.

Jadi hakekat hidup manusia di dunia adalah untuk menyembah kepada Allah S.W.T., untuk taat pada perintah-perintah-Nya dan meninggalkan larangan-larangan-Nya.

BAGIAN 3 - Perjalanan Hidup Manusia

Tadi sudah dikatakan bahwa dalam perjalanan  hidupnya di dunia  manusia akan mendapat cobaan-cobaan dan ujian-ujian dari Allah SWT. Di saat Allah SWT  menimpakan cobaan-cobaan dan ujian-ujian itu pada seseorang, maka disitulah syaitan  menggoda-nya dengan segala cara dan dari segala arah untuk mempengaruhi orang tersebut agar ingkar kepada Allah SWT.
Disitulah  akal manusia yang berperan, yaitu untuk berpikir, apakah akan taat pada Allah SWT dengan mengikuti petunjuk-petunjuk-Nya, ataukah akan ingkar pada Allah SWT dengan mengikuti bujukan-bujukan syaitan ?  Dalam hal ini Allah SWT tidak ikut campur, Allah SWT menyerahkan kepu-tusan pada orang tersebut. Pilihan orang tersebut itulah justru yang dinilai oleh Allah SWT.
Cobaan dan ujian dari Allah SWT itu ditimpakan pada setiap manusia pada setiap waktu dan setiap saat. Dan disitulah manusia harus menentukan pilihannya dalam nuansa yang selalu tidak lepas dari godaan-godaan syaitan yang membujuk kearah keingkaran pada Allah SWT.

Antara ketentuan Allah S.W.T.  dan usaha manu-sia

Sekarang bagaimanakah manusia dalam menja-lani kehidupan ini ? Mari kita coba mengkaji firman-firman Allah SWT sebagai berikut.

Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauh Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. 
(Al-Hadiid ayat 22


(Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membang-gakan diri, 
(Al-Hadiid ayat 23)



(yaitu) orang-orang yang kikir dan menyuruh manusia berbuat kikir. Dan barangsiapa yang berpaling (dari perintah-perintah Allah) maka sesungguhnya Allah Dia-lah Yang Maha Kaya lagi  Maha terpuji.(Al-Hadiid ayat 24)



Firman-firman tersebut menjelaskan bahwa apa yang terjadi di bumi dan pada diri manusia sudah tertulis dalam kitab (Lauh Mahfuzh).  Kalau tidak dikaji secara mendalam dengan menghubungkannya dengan fiman-firman Allah yang lainnya, hal ini akan membawa pada keapatisan hidup (hidup pasip, hidup nrimo), buat apa berusaha keras kalau toh sudah ditentukan ? Padahal  Allah SWT pun berfirman :

Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghen-daki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia. 
(Ar-Ra’d ayat 11)


Firman ini menjelaskan bahwa Allah S.W.T. tidak akan merobah keadaan diri seseorang apabila orang itu tidak merobah dirinya sendiri.

Firman Allah S.W.T. yang lain :

Apa saja ni’mat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang menim-pamu, maka dari (kesalahan) dirimu sendiri. Kami mengutusmu menjadi Rasul  kepada segenap manusia. Dan cukuplah Allah menjadi saksi. 
(An-Nisaa’ ayat 79)



Firman ini menjelaskan bahwa bencana yang menim-pa seseorang adalah merupakan kesalahan dari orang bersangkutan.

Firman-firman tersebut menunjukkan adanya usaha-usaha manusia, di mana Allah SWT menye-rahkannya pada manusia.

Lalu bagaimana perjalanan hidup manusia ini, apakah telah ditetapkan (tidak ada kebebasan) atau-kah manusia diberi kebebasan ?
Inilah yang telah lama menjadi pertentangan-pertentangan dan telah menyebabkan dua pendapat yaitu Jabariah (manusia ditetapkan) dan Qodariyah (manusia diberi kebebasan).

Saya sendiri setelah lama mencaricari dan merenungi kalam-kalam Illahi baik yang tersurat maupun yang tersirat, sesuai dengan kemampuan dan wawasan saya, memperoleh suatu gambaran, paling tidak untuk diri saya sendiri dalam berpe-gangan hidup, yang selama ini terombang ambing kebingungan, harus bagaimana saya bersikap dalam hidup ini.
Mengapa saya sampai berpikiran seperti itu. Hal ini karena saya menginginkan khususnya diri saya sendiri sebagai seorang Muslim, umumnya mengajak Umat Islam, menjadi orang-orang yang dinamis, bukan orang-orang yang statis apalagi apatis. Kalau sekarang sudah dinamis, maka akan lebih dinamis lagi.
Untuk mencapai itu saya atau kita harus mengerti tujuan hidup manusia di dunia, hakekat hidup manu-sia serta bagaimana seharusnya manusia berpola pikir dan berpola tindaknya .

Ilmu komputer sebagai kiasan.

Zaman sekarang adalah zaman komputer. Penggunaan komputer telah merasuk keberbagai bidang ilmu, sebagai sarana untuk mempercepat pekerjaan dan mencapai hasil yang akurat serta efisien. Perkembangan teknologi komputer yang pesat, informasi menjadi lebih cepat, dunia menjadi lebih terbuka.
Ilmu komputer adalah ilmu Allah SWT yang telah dapat diserap oleh akal manusia,  sebagai hasil dari iqro manusia terhadap kalam-kalam Illahi. Kita harus bersyukur pada Allah SWT dengan diketemukannya ilmu komputer yang sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia.
Disini saya bukan untuk menjelaskan ilmu kom-puter dari segi ilmunya, akan tetapi  mencoba me-ngambil filosopinya untuk mengkiaskan tentang di mana manusia diberi kebebasan oleh Allah SWT dalam menjalani kehidupannya di dunia.  Kebebasan yang pilihannya akan dinilai oleh Allah SWT.

Apabila memperhatikan “flow chart” dari suatu program komputer, maka akan telihat  alur-alur proses, di mana pada setiap alur proses akan terdapat titik-titik (posisi-posisi) berisi pertanyaan yang jawabannya hanya dua yaitu “Ya” atau “Tidak”. Apabila dipilih “Ya” maka proses akan mengikuti  sesuai dengan alur “Ya”. Apabila dipilih  “Tidak”, maka proses akan mengikuti sesuai alur “Tidak”.
Pada titik-titik pertanyaan itulah para pemakai program harus memasukkan “input” (memasukkan data) yang akan menentukan alur proses. Proses itu sendiri dijalankan oleh komputer. Si pemakai program tidak ikut dalam proses, hanya memberi “input” saja. Apabila “input”nya benar maka akan menghasilkan “output” (hasil) yang benar. Apabila “input”nya salah maka akan menghasilkan “output” yang salah.
Apabila si pemakai program tidak mengerti apa yang harus dikerjakan dalam meng”input”, maka dia harus membaca buku manual yang selalu disediakan oleh pembuat program agar pemakai program lancar dalam memakai programnya. Apabila masih belum mengerti juga, maka ia harus berusaha menanyakan langsung pada pembuat program  melalui tilpon atau internet. Namun demikian biasanya buku manual dibuat sedemikian agar mudah dimengerti oleh pemakai program, sehingga menjadi panduan bagi para pemakai program.

Apabila uraian diatas sebagai kiasan tentang di manakah manusia diberi kebebasan oleh Allah SWT? Maka jawabannya adalah dalam meng”input” yang pilihannya hanya dua yaitu taat  atau ingkar. Sedang prosesnya setelah manusia menentukan pilihannya adalah kekuasaan Allah SWT.
Pilihan taat sudah tentu sesuai dengan tuntunan yang telah di ajarkan Allah SWT melalui firman-firman-Nya yang tertuang dalam Al-Qur’an yang disampaikan oleh Rasulullah Nabi Muhammad S.A.W. Pilihan taat ini sudah tentu akan mendapat ridho Allah S.W.T.  dan hasilnya (“output”nya) akan baik (benar/ bermanfaat).
Sedangkan pilihan ingkar sudah tentu tidak sesuai dengan tuntunan-Nya dan sudah tentu tidak akan mendapat ridho-Nya. Hasilnyapun (“output”) akan tidak baik (salah/merugikan).
Agar dalam menentukan pilihan kita itu sesuai dengan tuntunan-Nya yaitu taat, maka kita harus sering membaca (mengkaji) Al-Qur’an dan Al-Hadist. Apabila masih ada keresahan (belum mengerti) maka kita harus sering melakukan sholat-sholat sunat yang telah diajarkan selain sholat-sholat fardhu, seperti sholat tahajud, sholat istikhoroh, sholat hajat, sholat dluha, sholat taubat dan lain-lain untuk memohon petunjuk langsung, memohon hidayah-Nya.

Ilmu komputer hanya sebagai kiasan untuk memberi gambaran tentang dua firman Allah SWT yang selama ini menjadi keresahan (bertanya-tanya) bagi diri saya, karena sulit untuk saya mengerti, yaitu :

Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauh Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. 
(Al-Hadiid ayat 22)


Memang semuanya sudah tertulis dalam kitab. Kalau bahasa komputernya sudah tertulis dalam program.

Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia. 
(Ar-Ra’d ayat 11)


Menunjukkan bahwa segala sesuatu yang terjadi pada diri seseorang tergantung pola pikir dan pola tindak yang bersangkutan.  Bahasa komputernya adalah “input” nya. “Input” yang benar akan meng-hasilkan “output” yang benar, “input” yang salah akan menghasilkan “output”  yang salah.

Setelah manusia memilih (taat atau ingkar), prosesnya adalah kuasa Allah SWT. Bahasa kompu-ternya adalah proses komputer.

Kalau manusia mampu menguasai ilmu komputer yang canggih, apalagi Allah SWT menguasai yang lebih dari itu.
Subhanallaah walhamdulillaah walaa ilaaha ilallaahu  Allahu akbar.

Uraian diatas hanyalah kiasan sebagai gambaran  untuk menjelaskan korelasi (hubungan) antara keten-tuan Allah SWT dan usaha manusia, agar mudah dimengerti dan ditangkap oleh akal manusia, yaitu manusia hanya diberi kebebasan untuk memilih antara taat atau ingkar, di luar itu adalah kuasa Allah S.W.T.

 Yang sebenarnya hanya Allah SWT lah  Yang Maha Tahu.

Subhanallaah walhambulillaah walaa ilaaha ilallaahu Allahu akbar, hamba mohon ampun kepada-Mu, hamba mohon petunjuk-Mu dan limpahkanlah rakhmat-Mu pada hamba yang hina ini.


Qolbu.

Setelah mendapat gambaran tentang korelasi (hubungan) antara ketentuan Allah SWT dan usaha manusia, maka kita akan mengerti bagaimana kita seharusnya menyikapi hidup ini.
Unsur yang penting yang ada dalam diri manusia  dalam menentukan pilihan taat atau ingkar adalah qolbu.  Qolbu yang bersih akan menentukan pilihan taat kepada Allah SWT, sedangkan qolbu yang kotor akan cenderung pada pilihan ingkar pada Allah SWT.
Qolbu yang bersih akan menghasilkan pola pikir yang positip, seperti selalu optimis, percaya diri, bersikap dinamis, jujur, pemurah, tidak emosional, tidak iri dan lain sebagainya. Sedangkan qolbu yang kotor akan menghasilkan pola pikir yang negatip,  seperti pesimis, tidak percaya diri, bersikap statis, tidak jujur,  kikir, emosional, iri dan lain sebagainya.
Oleh karena itu untuk memperoleh pola pikir yang positip, kita harus selalu memelihara qolbu ini tetap bersih. Bersih dan kotornya qolbu ini sangat dipe-ngaruhi oleh nafsu yang ada pada diri manusia. Nafsu yang dipengaruhi oleh godaan-godaan syaitan akan mengotori qolbu. Memang syaitan melihat kelemahan manusia pada unsur nafsu ini, sehingga dia meng-goda manusia lewat nafsu ini.

Segala kebutuhan manusia untuk memenuhi keperluan hidupnya di dunia telah disediakan (dite-tapkan) oleh Allah SWT, rizkinya, jodohnya dan lain sebagainya, manusia tinggal menyongsongnya. Untuk menyongsongnya tergantung kepekaan diri manusia yang sangat dipengaruhi oleh pola pikirnya, dimana pola pikir manusia itu sendiri sangat dipe-ngaruhi keadaan qolbunya, apakah bersih, kotor atau buram. Keadaan qolbunya itu sendiri sangat dipe-ngaruhi oleh nafsu yang ada pada diri manusia.
Oleh karena itu manusia harus pandai mengelola nafsu ini. Al-Qur’an telah memberikan tuntunan agar manusia dapat mengelola nafsu ini dengan baik. Diantaranya adalah dengan selalu bersikap sabar dan selalu bersyukur pada Allah SWT.

BAGIAN 4 - Bersabar Dan Bersyukur Sebagai Fondasi Ketahanan Diri

Berdoa sebagai perwujudan kelemahan manusia.

Pada dasarnya manusia hidup di dunia ini ialah perjuangan menghadapi ujian dan cobaan untuk mencapai tempat semula manusia (Nabi Adam AS) diciptakan yaitu syurga. Kemampuan manusia itu angatlah terbatas, walaupun  ia dianugerahkan akal untuk berpikir. Karena keterbatasannya ini manusia memerlukan pertolongan Allah SWT di dalam perja-lanan hidupnya di dunia. Berdo’a adalah suatu sarana untuk memohon pertolongan Allah SWT  sebagaima-na dalam firman-Nya :

Dan Tuhamu berfirman : “Berdo’alah kepada-Ku, niscaya akan Ku-perkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang me-nyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka jahanam dalam keadaan hina dina”. 
(Al Mu’min ayat 60)



Dan Allah S.W.T. tidak akan memperhatikan hamba-Nya, apabila hamba-Nya tidak melakukan ber-do’a, sebagaimana firman-Nya :

“Katakanlah (kepada orang-orang musyrik) : Tuhanku tidak mengindahkan kamu, melain-kan kalau ada ibadatmu. (Tetapi bagaimana kamu beribadat kepada-Nya), padahal kamu sungguh telah mendustakan-Nya? Karena itu kelak (azab) pasti (menimpamu)”. 
(Al Furqon ayat 77)

Apabila kita kaji, mengapa Allah SWT menyu-ruh manusia untuk berdo’a kepada-Nya. Hal itu me-nunjukkan, bahwa manusia itu lemah, kemampuan manusia itu sangat terbatas. Allah SWT Maha Penyayang, Dia akan memperkenankan permintaan manusia yang meminta kepada-Nya. Yang perlu dikaji adalah bagaimanakah agar do’a (permintaan) kita diperkenankan-Nya.

Sabar.

Allah SWT telah memberikan tuntunan kepada manusia agar do’anya diperkenankan-Nya, seba-gaimana firman-Nya :

“Hai orang-orang yang beriman, mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan sholat, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar”. 
(Al-Baqoroh ayat 153)
                      
Apabila kita renungi dan kita hayati, maka sabar adalah mengendalikan nafsu untuk dapat menerima apa yang telah menjadi ketentuan Allah SWT dengan sikap rasa penuh keikhlasan dan tabah. Nafsu yang tidak terkendali akan menjerumuskan manusia ke dalam kerugian, bahkan kehinaan. Nafsu diberikan Allah SWT kepada manusia dalam menjalani hidup di dunia ini. Nafsu dapat memberikan kebaikan, maupun keburukan bagi manusia tergantung manusia menge-lolanya.
Ibaratnya adalah kita diberi air sungai. Air sungai itu dapat memberi manfaat maupun bencana. Apabila air sungai itu dikelola dengan baik, maka air itu akan bermanfaat, misalnya untuk air minum, untuk keperluan irigasi, untuk keperluan pembangkit te-naga listrik dan lain sebagainya. Namun apabila air sungai itu tidak dikelola dengan baik, maka air sungai itu dapat menimbulkan bencana, seperti banjir.
Syaitan melihat celah kelemahan manusia pada unsur nafsu ini. Syaitan menggoda manusia agar nafsu manusia mengarah pada yang merugikan manusia yang menjurus pada keingkaran kepada Allah SWT. Gemerlapnya kekayaan dan terhor-matnya kedudukan, maupun kesuraman kemiskinan dan terhinanya kepapaan merupakan nuansa yang dapat dipengaruhi oleh nafsu.
Asumsi akan nikmatnya hidup dalam  gemerlap-nya kekayaan dan terhormatnya kedudukan me-nyebabkan manusia bernafsu untuk mencapainya.
 Asumsi pahitnya hidup dalam kesuraman kemiskinan dan terhinanya kepapaan menyebabkan manusia bernafsu untuk menghindarinya.
Saya menggunakan kata “asumsi” karena kekayaan dan kedudukan, maupun kepahitan dan kepapaan hanya merupakan nuansa hidup yang sarat dengan fatamorgana di mana manusia terbatas kemampuan untuk mencernanya. Hidup dalam gemerlapnya kekayaan dan terhormatnya kedudukan belum tentu memberikan ketentraman dan kete-nangan batin. Sebaliknya hidup dalam  kemiskinan dan kepapaan belum tentu tidak memberikan ketentraman dan ketenangan batin. Ketentraman dan ketenangan batin ada di hati manusia, tergantung bagaimana manusia  mengelola nafsunya.
Allah SWT menyuruh orang beriman untuk mencari perolongan dengan sabar dan mengerjakan sholat. Dengan sabar, nafsu dapat dikendalikan sehingga dapat dengan ikhlas menerima apa yang telah menjadi ketentuan Allah SWT. Kondisi ini akan membawa manusia untuk dapat berpikir dengan jernih. Dengan pikiran yang jernih, maka nafsu manusia dibawa ke arah pola pikir yang positip,  ke arah kebaikan, sehingga pola tindaknyapun akan menjadi positip. Mengerjakan sholat artinya melak-sanakan perintah Allah S.W.T. Dalam sholat, kita melaksanakan dzikir dan berdo’a, sebagai perwu-judan dari pengakuan, bahwa kita ini lemah di hadapan Allah SWT.
Dikatakan juga,  bahwa Allah SWT bersama orang-orang yang sabar. Ini suatu kekuatan yang harus diyakini, bahwa sikap sabar akan membawa kedekatan pada Allah SWT. Hal ini tentu akan memudahkan untuk memohon pertolongan-Nya. Kita harus yakin do’a kita akan diperkenankan oleh Allah SWT, sebagaimana firmanNya :

“Dan apabila hamba-hambaku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo’a apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah)-Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran”. 
(Al-Baqoroh ayat 186).



Namun demikian Allah SWT menyeru, bahwa kita jangan meminta supaya dicepatkan, seperti dalam firman-Nya :

“Manusia telah dijadikan (bertabiat) tergesa-gesa. Kelak akan Aku perlihatkan kepadamu tanda-tanda (azab)-Ku. Maka janganlah kamu minta kepada-Ku mendatangkannya dengan segera”.
(Al-Anbiya ayat 37


Kalau direnungi, mengapa demikian ? Hal ini karena Allah SWT telah menetapkan ketentuan-ketentuan-Nya. Pertolongan Allah S.W.T. kepada kita tetap melalui ketentuan-ketentuan-Nya. Apabila seseorang ingin menguasai suatu ilmu, maka ia harus belajar dengan giat dan rajin mengenai ilmu tersebut. Apabila seseorang ingin kaya, maka ia harus giat berusaha untuk memperoleh kekayaan dengan sebanyak-banyaknya.

Allah S.W.T. berfirman :

Dan masing-masing orang memperoleh dera-jat-derajat (seimbang) dengan apa yang diker-jakannya. Dan Tuhanmu tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan”. 
(Al-An’aam ayat 132)

 Orang akan memperoleh sesuatu tergantung usaha yang dikerjakannya. Makin tekun dan giat usahanya, maka makin banyak yang diperolehnya. Sedikit usahanya sedikit pula yang diperolehnya. Perlu diketahui,  usaha manusia itu menggunakan tenaga dan pikiran. Namun kadar keduanya itu untuk tiap orang dapat berbeda. Ada orang yang usahanya banyak menggunakan tenaga tapi sedikit menggu-nakan pikiran. ada juga orang yang usahanya itu menggunakan sedikit tenaga dan banyak meng-gunakan pikiran. Semua itu tergantung dari kemam-puan masing-masing orang.

Bersyukur.

Allah SWT  di samping menyuruh orang  untuk bersabar, juga menyuruh orang untuk selalu bersyukur. Kepada orang yang selalu mensyukuri karunia Allah SWT,  maka Allah SWT akan me-nambah karunia-Nya, sebagaimana dalam firman-Nya :

Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu mema’lumkan :  “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (ni’mat) kepadamu, dan jika kamu menging-kari (ni’mat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih”. 
(Ibrahim-ayat 7)

Syukur adalah mengendalikan nafsu untuk menerima apa yang telah menjadi ketentuan Allah SWT dengan sikap rasa berterimakasih kepada-Nya. Kita pada umumnya bersyukur pada apa yang kita terima yang sifatnya menyenangkan saja.  Hal ini tidaklah salah dan memang harusnya begitu. Namun lebih utama lagi apabila apa yang kita terima, baik menyenangkan maupun tidak, seharusnya kita mensyukuri, karena semua itu sudah menjadi ketentuan Allah SWT. Sebenarnya Allah SWT menciptakan segala sesuatu tidaklah sia-sia, pasti ada manfaatnya, sebagaimana firmanNya :


“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal”. 
(Ali-Imron ayat 190)

“(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata) : “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka”. 
(Ali-Imron ayat 191)

Apa yang diciptakan Allah SWT pasti ada manfaatnya. Manusia itu sendiri yang harus mencari manfaatnya. Itulah antara lain gunanya manusia diberi akal. Dan itulah pula bersyukur yang dinamis, tidak saja dengan ucapan akan tetapi akan ditindak-lanjuti dengan mendinamisasikan hikmah atau manfaat-manfaat yang terkandung dalam apa yang kita terima, baik menyenangkan maupun tidak. Dengan demikian Allah SWT akan memberikan atau menambah karunia-Nya.

Bersabar dan bersyukur pada setiap kondisi.

Apabila dikaji, direnungi secara mendalam, pada dasarnya sikap sabar dan sikap selalu bersyukur mempunyai tujuan yang sama yaitu mengendalikan nafsu untuk dapat menerima apa yang telah menjadi ketentuan Allah S.W.T. Namun penerapannya tergantung pada kondisi saat menerima apa yang menjadi ketentuan Allah SWT yang menimpa diri manusia. Sabar, penerapannya lebih ditekankan pada kondisi di mana manusia menerima apa yang menjadi ketentuan Allah SWT yang tidak menyenangkan manusia, seperti tertimpa musibah. Sedangkan syukur, penerapannya lebih ditekankan pada kondisi di mana manusia menerima apa yang menjadi ketentuan Allah SWT yang menyenangkan diri manusia, seperti memperoleh kekayaan yang melimpah.
Apabila kita hayati mengenai tujuan dari sikap sabar dan sikap bersyukur, yaitu mengendalikan nafsu untuk dapat menerima apa yang telah menjadi ketentuan Allah  SWT yang telah dan sedang menim-pa kita, maka pada setiap kondisi yang kita terima, baik menyenangkan maupun tidak, haruslah disikapi dengan sabar dan bersyukur.
Dalam kondisi yang tidak menyenangkan sikap sabar sangat diperlukan, namun demikian kita harus tetap bersyukur, karena bagaimanapun kondisi yang terjadi pasti ada hikmah yang perlu disyukuri.
Dalam kondisi yang menyenangkan,  sikap bersyukur sangatlah diperlukan sebagai rasa terima kasih, namun demikian haruslah tetap bersabar, karena bagaimanapun gejolak nafsu dalam kondisi kesenangan kalau tidak waspada akan dapat menje-rumuskan manusia kelembah kerugian/ kehinaan.
Sikap sabar dan bersyukur merupakan perwu-judan dari kepasrahan dan keikhlasan untuk mene-rima apa yang telah menjadi ketentuan Allah SWT.  Namun bagaimanakah agar sikap sabar dan ber-syukur ini selalu dimiliki kita. Kalau ditafakuri, apa  yang telah menjadi ketentuan Allah SWT yang menimpa kita bagaimanapun tidak dapat ditolak, kita tetap harus menjalaninya, tidak bisa tidak. Sikap kita terhadap apa yang menimpa kita itulah yang dinilai Allah SWT, apakah disikapi dengan keikhlasan dan kepasrahan ataukan disikapi dengan sikap yang dipengaruhi nafsu yang tidak terkendali, seperti mengeluh,  marah, menyesal dalam hal yang menim-pa kita tidak menyenangkan; dan sombong, takabur dalam hal yang menimpa kita itu menyenangkan.
Oleh karena itu alangkah ruginya, apabila kita menyikapi apa yang menimpa kita tidak dengan sikap sabar dan besyukur, karena bagaimanapun itu tidak dapat ditolak dan tetap terjadi. Kepasrahan dan keikhlasan untuk menerima apa yang telah menjadi ketentuan Allah SWT yang menimpa kita diwujudkan dengan sikap sabar dan bersyukur, itulah kuncinya.
Refleksi dari sikap sabar dan bersyukur adalah sikap terhadap apa yang menimpa kita, baik menyenangkan maupun tidak, kita selalu tenang. Dengan perkataan lain, untuk hal yang menimpa kita tidak menyenangkan kita tidak jengkel, tidak menggerutu,  tidak menyesal, tidak putus asa, tidak ada rasa iri dan  marah, tidak murung dan lain sebagainya. Dan untuk yang menimpa kita menye-nangkan, kita tidak sombong, tidak takabur, tidak lupa diri, tidak bangga yang berlebihan dan lain seba-gainya. Itulah yang perlu selalu kita ingat dan kita wujudkan dalam kehidupan sehari-hari, sebagai perwujudan dari sikap sabar dan syukur.
Patut diingat dan diperhatikan, bahwa kepasrahan dan keikhlasan menerima apa yang telah ditentukan Allah SWT adalah kepada apa yang telah dan sedang terjadi. Sedangkan menghadapi yang akan terjadi di masa yang akan datang kita tetap wajib berusaha seoptimal mungkin. Yang akan terjadi di masa yang akan datang merupakan rahasia Allah SWT, kewajiban kita adalah berusaha seoptimal mungkin dan menyongsongnya.
Kepasrahan dan keikhlasan menerima apa yang telah menjadi ketentuan Allah SWT adalah perwu-judan dari nafsu yang telah dapat dikendalikan. Manusia yang telah dapat mengendalikan nafsu, me-nyimpan kekuatan yang sangat berguna bagi manusia dalam menempuh hidupnya di dunia.