Senin, 03 Juni 2013

BAGIAN 4 - Bersabar Dan Bersyukur Sebagai Fondasi Ketahanan Diri

Berdoa sebagai perwujudan kelemahan manusia.

Pada dasarnya manusia hidup di dunia ini ialah perjuangan menghadapi ujian dan cobaan untuk mencapai tempat semula manusia (Nabi Adam AS) diciptakan yaitu syurga. Kemampuan manusia itu angatlah terbatas, walaupun  ia dianugerahkan akal untuk berpikir. Karena keterbatasannya ini manusia memerlukan pertolongan Allah SWT di dalam perja-lanan hidupnya di dunia. Berdo’a adalah suatu sarana untuk memohon pertolongan Allah SWT  sebagaima-na dalam firman-Nya :

Dan Tuhamu berfirman : “Berdo’alah kepada-Ku, niscaya akan Ku-perkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang me-nyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka jahanam dalam keadaan hina dina”. 
(Al Mu’min ayat 60)



Dan Allah S.W.T. tidak akan memperhatikan hamba-Nya, apabila hamba-Nya tidak melakukan ber-do’a, sebagaimana firman-Nya :

“Katakanlah (kepada orang-orang musyrik) : Tuhanku tidak mengindahkan kamu, melain-kan kalau ada ibadatmu. (Tetapi bagaimana kamu beribadat kepada-Nya), padahal kamu sungguh telah mendustakan-Nya? Karena itu kelak (azab) pasti (menimpamu)”. 
(Al Furqon ayat 77)

Apabila kita kaji, mengapa Allah SWT menyu-ruh manusia untuk berdo’a kepada-Nya. Hal itu me-nunjukkan, bahwa manusia itu lemah, kemampuan manusia itu sangat terbatas. Allah SWT Maha Penyayang, Dia akan memperkenankan permintaan manusia yang meminta kepada-Nya. Yang perlu dikaji adalah bagaimanakah agar do’a (permintaan) kita diperkenankan-Nya.

Sabar.

Allah SWT telah memberikan tuntunan kepada manusia agar do’anya diperkenankan-Nya, seba-gaimana firman-Nya :

“Hai orang-orang yang beriman, mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan sholat, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar”. 
(Al-Baqoroh ayat 153)
                      
Apabila kita renungi dan kita hayati, maka sabar adalah mengendalikan nafsu untuk dapat menerima apa yang telah menjadi ketentuan Allah SWT dengan sikap rasa penuh keikhlasan dan tabah. Nafsu yang tidak terkendali akan menjerumuskan manusia ke dalam kerugian, bahkan kehinaan. Nafsu diberikan Allah SWT kepada manusia dalam menjalani hidup di dunia ini. Nafsu dapat memberikan kebaikan, maupun keburukan bagi manusia tergantung manusia menge-lolanya.
Ibaratnya adalah kita diberi air sungai. Air sungai itu dapat memberi manfaat maupun bencana. Apabila air sungai itu dikelola dengan baik, maka air itu akan bermanfaat, misalnya untuk air minum, untuk keperluan irigasi, untuk keperluan pembangkit te-naga listrik dan lain sebagainya. Namun apabila air sungai itu tidak dikelola dengan baik, maka air sungai itu dapat menimbulkan bencana, seperti banjir.
Syaitan melihat celah kelemahan manusia pada unsur nafsu ini. Syaitan menggoda manusia agar nafsu manusia mengarah pada yang merugikan manusia yang menjurus pada keingkaran kepada Allah SWT. Gemerlapnya kekayaan dan terhor-matnya kedudukan, maupun kesuraman kemiskinan dan terhinanya kepapaan merupakan nuansa yang dapat dipengaruhi oleh nafsu.
Asumsi akan nikmatnya hidup dalam  gemerlap-nya kekayaan dan terhormatnya kedudukan me-nyebabkan manusia bernafsu untuk mencapainya.
 Asumsi pahitnya hidup dalam kesuraman kemiskinan dan terhinanya kepapaan menyebabkan manusia bernafsu untuk menghindarinya.
Saya menggunakan kata “asumsi” karena kekayaan dan kedudukan, maupun kepahitan dan kepapaan hanya merupakan nuansa hidup yang sarat dengan fatamorgana di mana manusia terbatas kemampuan untuk mencernanya. Hidup dalam gemerlapnya kekayaan dan terhormatnya kedudukan belum tentu memberikan ketentraman dan kete-nangan batin. Sebaliknya hidup dalam  kemiskinan dan kepapaan belum tentu tidak memberikan ketentraman dan ketenangan batin. Ketentraman dan ketenangan batin ada di hati manusia, tergantung bagaimana manusia  mengelola nafsunya.
Allah SWT menyuruh orang beriman untuk mencari perolongan dengan sabar dan mengerjakan sholat. Dengan sabar, nafsu dapat dikendalikan sehingga dapat dengan ikhlas menerima apa yang telah menjadi ketentuan Allah SWT. Kondisi ini akan membawa manusia untuk dapat berpikir dengan jernih. Dengan pikiran yang jernih, maka nafsu manusia dibawa ke arah pola pikir yang positip,  ke arah kebaikan, sehingga pola tindaknyapun akan menjadi positip. Mengerjakan sholat artinya melak-sanakan perintah Allah S.W.T. Dalam sholat, kita melaksanakan dzikir dan berdo’a, sebagai perwu-judan dari pengakuan, bahwa kita ini lemah di hadapan Allah SWT.
Dikatakan juga,  bahwa Allah SWT bersama orang-orang yang sabar. Ini suatu kekuatan yang harus diyakini, bahwa sikap sabar akan membawa kedekatan pada Allah SWT. Hal ini tentu akan memudahkan untuk memohon pertolongan-Nya. Kita harus yakin do’a kita akan diperkenankan oleh Allah SWT, sebagaimana firmanNya :

“Dan apabila hamba-hambaku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo’a apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah)-Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran”. 
(Al-Baqoroh ayat 186).



Namun demikian Allah SWT menyeru, bahwa kita jangan meminta supaya dicepatkan, seperti dalam firman-Nya :

“Manusia telah dijadikan (bertabiat) tergesa-gesa. Kelak akan Aku perlihatkan kepadamu tanda-tanda (azab)-Ku. Maka janganlah kamu minta kepada-Ku mendatangkannya dengan segera”.
(Al-Anbiya ayat 37


Kalau direnungi, mengapa demikian ? Hal ini karena Allah SWT telah menetapkan ketentuan-ketentuan-Nya. Pertolongan Allah S.W.T. kepada kita tetap melalui ketentuan-ketentuan-Nya. Apabila seseorang ingin menguasai suatu ilmu, maka ia harus belajar dengan giat dan rajin mengenai ilmu tersebut. Apabila seseorang ingin kaya, maka ia harus giat berusaha untuk memperoleh kekayaan dengan sebanyak-banyaknya.

Allah S.W.T. berfirman :

Dan masing-masing orang memperoleh dera-jat-derajat (seimbang) dengan apa yang diker-jakannya. Dan Tuhanmu tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan”. 
(Al-An’aam ayat 132)

 Orang akan memperoleh sesuatu tergantung usaha yang dikerjakannya. Makin tekun dan giat usahanya, maka makin banyak yang diperolehnya. Sedikit usahanya sedikit pula yang diperolehnya. Perlu diketahui,  usaha manusia itu menggunakan tenaga dan pikiran. Namun kadar keduanya itu untuk tiap orang dapat berbeda. Ada orang yang usahanya banyak menggunakan tenaga tapi sedikit menggu-nakan pikiran. ada juga orang yang usahanya itu menggunakan sedikit tenaga dan banyak meng-gunakan pikiran. Semua itu tergantung dari kemam-puan masing-masing orang.

Bersyukur.

Allah SWT  di samping menyuruh orang  untuk bersabar, juga menyuruh orang untuk selalu bersyukur. Kepada orang yang selalu mensyukuri karunia Allah SWT,  maka Allah SWT akan me-nambah karunia-Nya, sebagaimana dalam firman-Nya :

Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu mema’lumkan :  “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (ni’mat) kepadamu, dan jika kamu menging-kari (ni’mat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih”. 
(Ibrahim-ayat 7)

Syukur adalah mengendalikan nafsu untuk menerima apa yang telah menjadi ketentuan Allah SWT dengan sikap rasa berterimakasih kepada-Nya. Kita pada umumnya bersyukur pada apa yang kita terima yang sifatnya menyenangkan saja.  Hal ini tidaklah salah dan memang harusnya begitu. Namun lebih utama lagi apabila apa yang kita terima, baik menyenangkan maupun tidak, seharusnya kita mensyukuri, karena semua itu sudah menjadi ketentuan Allah SWT. Sebenarnya Allah SWT menciptakan segala sesuatu tidaklah sia-sia, pasti ada manfaatnya, sebagaimana firmanNya :


“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal”. 
(Ali-Imron ayat 190)

“(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata) : “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka”. 
(Ali-Imron ayat 191)

Apa yang diciptakan Allah SWT pasti ada manfaatnya. Manusia itu sendiri yang harus mencari manfaatnya. Itulah antara lain gunanya manusia diberi akal. Dan itulah pula bersyukur yang dinamis, tidak saja dengan ucapan akan tetapi akan ditindak-lanjuti dengan mendinamisasikan hikmah atau manfaat-manfaat yang terkandung dalam apa yang kita terima, baik menyenangkan maupun tidak. Dengan demikian Allah SWT akan memberikan atau menambah karunia-Nya.

Bersabar dan bersyukur pada setiap kondisi.

Apabila dikaji, direnungi secara mendalam, pada dasarnya sikap sabar dan sikap selalu bersyukur mempunyai tujuan yang sama yaitu mengendalikan nafsu untuk dapat menerima apa yang telah menjadi ketentuan Allah S.W.T. Namun penerapannya tergantung pada kondisi saat menerima apa yang menjadi ketentuan Allah SWT yang menimpa diri manusia. Sabar, penerapannya lebih ditekankan pada kondisi di mana manusia menerima apa yang menjadi ketentuan Allah SWT yang tidak menyenangkan manusia, seperti tertimpa musibah. Sedangkan syukur, penerapannya lebih ditekankan pada kondisi di mana manusia menerima apa yang menjadi ketentuan Allah SWT yang menyenangkan diri manusia, seperti memperoleh kekayaan yang melimpah.
Apabila kita hayati mengenai tujuan dari sikap sabar dan sikap bersyukur, yaitu mengendalikan nafsu untuk dapat menerima apa yang telah menjadi ketentuan Allah  SWT yang telah dan sedang menim-pa kita, maka pada setiap kondisi yang kita terima, baik menyenangkan maupun tidak, haruslah disikapi dengan sabar dan bersyukur.
Dalam kondisi yang tidak menyenangkan sikap sabar sangat diperlukan, namun demikian kita harus tetap bersyukur, karena bagaimanapun kondisi yang terjadi pasti ada hikmah yang perlu disyukuri.
Dalam kondisi yang menyenangkan,  sikap bersyukur sangatlah diperlukan sebagai rasa terima kasih, namun demikian haruslah tetap bersabar, karena bagaimanapun gejolak nafsu dalam kondisi kesenangan kalau tidak waspada akan dapat menje-rumuskan manusia kelembah kerugian/ kehinaan.
Sikap sabar dan bersyukur merupakan perwu-judan dari kepasrahan dan keikhlasan untuk mene-rima apa yang telah menjadi ketentuan Allah SWT.  Namun bagaimanakah agar sikap sabar dan ber-syukur ini selalu dimiliki kita. Kalau ditafakuri, apa  yang telah menjadi ketentuan Allah SWT yang menimpa kita bagaimanapun tidak dapat ditolak, kita tetap harus menjalaninya, tidak bisa tidak. Sikap kita terhadap apa yang menimpa kita itulah yang dinilai Allah SWT, apakah disikapi dengan keikhlasan dan kepasrahan ataukan disikapi dengan sikap yang dipengaruhi nafsu yang tidak terkendali, seperti mengeluh,  marah, menyesal dalam hal yang menim-pa kita tidak menyenangkan; dan sombong, takabur dalam hal yang menimpa kita itu menyenangkan.
Oleh karena itu alangkah ruginya, apabila kita menyikapi apa yang menimpa kita tidak dengan sikap sabar dan besyukur, karena bagaimanapun itu tidak dapat ditolak dan tetap terjadi. Kepasrahan dan keikhlasan untuk menerima apa yang telah menjadi ketentuan Allah SWT yang menimpa kita diwujudkan dengan sikap sabar dan bersyukur, itulah kuncinya.
Refleksi dari sikap sabar dan bersyukur adalah sikap terhadap apa yang menimpa kita, baik menyenangkan maupun tidak, kita selalu tenang. Dengan perkataan lain, untuk hal yang menimpa kita tidak menyenangkan kita tidak jengkel, tidak menggerutu,  tidak menyesal, tidak putus asa, tidak ada rasa iri dan  marah, tidak murung dan lain sebagainya. Dan untuk yang menimpa kita menye-nangkan, kita tidak sombong, tidak takabur, tidak lupa diri, tidak bangga yang berlebihan dan lain seba-gainya. Itulah yang perlu selalu kita ingat dan kita wujudkan dalam kehidupan sehari-hari, sebagai perwujudan dari sikap sabar dan syukur.
Patut diingat dan diperhatikan, bahwa kepasrahan dan keikhlasan menerima apa yang telah ditentukan Allah SWT adalah kepada apa yang telah dan sedang terjadi. Sedangkan menghadapi yang akan terjadi di masa yang akan datang kita tetap wajib berusaha seoptimal mungkin. Yang akan terjadi di masa yang akan datang merupakan rahasia Allah SWT, kewajiban kita adalah berusaha seoptimal mungkin dan menyongsongnya.
Kepasrahan dan keikhlasan menerima apa yang telah menjadi ketentuan Allah SWT adalah perwu-judan dari nafsu yang telah dapat dikendalikan. Manusia yang telah dapat mengendalikan nafsu, me-nyimpan kekuatan yang sangat berguna bagi manusia dalam menempuh hidupnya di dunia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar